Sunday, May 18, 2008

Masalah Shalat Bagian 2


Aku seringkali merasa shalat yang kukerjakan tidak sempurna ketika hendak shalat berjamaah, sebab belum sempat membaca surat Al-fatihah sebagai bacaan wajib shalat yang dikarenakan keterlambatan tidak sempat mengikuti dari awal takbir. Ini mungkin pernah dirasakan juga oleh sebagian orang, tanpa memperdebatkan dengan pembahasan sebelumnya muncul sebuah pertanyaan baru :

Bagaimana dengan Bacaan Al-Fatihah, Bukankah Wajib Dibaca?



Jawaban :

Mungkin ada sebagian orang yang masih sedikit penasaran dan tetap mempermasalahkan hal ini. Sebab makmum yang sempat ikut ruku' saja dengan imam berarti tidak sempat membaca surat Al-Fatihah. Sementara ada hadits yang menyebutkan bahwa tidak sah shalat seseorang bila tidak membaca surat itu. Termasuk juga oleh makmum di belakang imam.

Dari Ubadah bin Shamit, dia mengabarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Ummul Qur'an (Al-Fatihah)." (HR Muslim)

Hadits ini memang secara tegas menyebutkan bahwa baca surat Al-Fatihah itu merupakan rukun shalat. Bila tidak dibaca, maka shalat itu menjadi tidak sah.

Namun masalah itu terjawab dengan adanya hadits lain dan menjelaskan bahwa bacaan imam sudah cukup bagi makmum, sehingga ketika makmum tidak membaca ummul kitab itu, hukumnya sudah sah.

Dari Jabir berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mempunyai imam, maka bacaan imam menjadi bacaannya juga." (HR Ahmad).

Jadi kedua hadits di atas bisa kita pertemukan menjadi sebuah kesimpulan, yaitu bahwa imam atau seorang yang shalat sendirian wajib membaca Al-Fatihah. Sedangkan makmum tidak perlu membacanya, karena bacaan imam sudah menjadi bacaan bagi makmum.

Pendekatan Asy-Syafi'i

Namun Al-Imam Asy-Syafi'i sedikit lebih menyempurnakan pertemuan kedua dalil yang kelihatan bertentangan ini. Bagi beliau, meski bacaan Al-Fatihah makmum sudah 'ditanggung' oleh imam, namun menurut beliau hal itu tidak berlaku untuk semua kasus.

Ketentuan itu bagi beliau hanya berlaku bila makmum sudah tidak sempat baca Al-Fatihah saja. Sedangkan bila makmum sudah ikut imam sejak awal takbiratul ihram, maka menurut beliau makmum tetap masih wajib membaca Al-Fatihah.

Tempat membacanya adalah setelah selesai mendengarkan imam membaca surat itu, setelah mengucapkan lafad 'amiin, sebelum imam membaca surat lain.

Pendekatan Asy-Syafi'i ini menjadi masuk akal saat kita menemukan hadits lain lagi yang ikut mempengaruhi pola pendekatan kita.

لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ? " قُلْنَا: نِعْمَ. قَالَ, "لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ اَلْكِتَابِ, فَإِنَّهُ لَا صَلَاةِ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا

Rasululah SAW bersabda, "Apakah kalian membaca (quran) di belakang imam?" Para shahabat menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Jangan kalian lakukan, kecuali surat Al-Fatihah, karena shalat tidak sah kecuali dengan membacanya." (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Hibban)

Di dalam hadits ini lebih jelas lagi Rasulullah SAW memerintahkan untuk makmum membaca surat Al-FAtihah juga. Namun saat makmum terlambat dan tidak sempat atau tidak sempurna membaca surat Al-Fatihah, maka yang diberlakukan adalah hadits yang menyebutkan bahwa bacaan imam sudah menjadi bacaan makmum.

Semua kesimpulan ini adalah ijtihad yang berangkat dari banyaknya dalil yang kelihatan sekilas saling bertentangan. Dan beda pendapat dari hasil ijtihad itu wajar, sangat boleh dan tidak menjadi hal yang perlu ditakutkan.

Orang-orang yang luas ilmunya dan sudah banyak membaca literatur, pasti akan tahu dan siap ental dengan segala perbedaan. Sebaliknya, orang yang dididik secara fanatik dengan satu kesimpulan, memang perlu banyak beradaptasi dengan lingkungan yang ternyata tidak selalu bisa setuju dengan pendapatnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc


Dari jawaban-jawaban pertanyaan tersebut saya mendapat pelajaran, tergantung kita untuk mengikuti pemahaman yang mana dikarenakan banyak dalil shahih yang berbeda, namun untuk menghindari kesalahan dan menghindari keragu-raguan yang membuat shalat kita menjadi tidak sah dan tidak khusyu, sebaiknya setiap hari ketika hendak melaksanakan shalat kita melakukan persiapan agar nantinya tidak mengalami keterlambatan jika berjamaah dan dapat membaca surat Al-Fatihah dengan penuh untuk penyempurnaan shalat kita. InsyaAllah ini dapat bermanfaat bagi pembaca-pembaca yang belum paham akan hal ini...Amin

Masalah Shalat Bagian 1


Kemarin abi membaca sebuah artikel yang berisi tanya jawab dengan seorang ustadz dari sebuah website yang isinya membahas masalah shalat, abi menceritakan informasi mengenai isi artikel itu dan membahasnya. Aku pikir ini mungkin hal yang menjadi pertanyaan bagi semua yang kurang mengerti termasuk aku karena ini seringkali terjadi ketika kita akan melaksanakan shalat, dan alhamdulillah berkat pertanyaan tersebut pengetahuanku bertambah. pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut :

Assalamu alaikumwr. wb. ustadz.

Saya ingin bertanya, apakah pada sholat yang bacaannya sir, seorang makmum yang tertinggal dan mendapati imam hendak rukuk bisa langsung mengikuti tanpa membaca fatihah dan mendapatkan penuh rakaat tersebut.

Kemudian apabila dalam tiap rakaat makmum kalah cepat dengan imam perihal membaca fatihahnya sehingga imam sudah rukuk tetapi si makmum belum selesai ber fatihah, apa yang mesti dilakukan si makmum. Mohon penjelasannya,

Jazakalloh

TAS

Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang ada banyak dalil yang sekilas saling bertentangan tentang masalah ini. Ada dalil tentang tidak sahnya shalat tanpa baaan Al-Fatihah. Dan ada dalil lain bahwa bacaan Al-Fatihah Imam sudah cukup menjadi penanggung buat makmum. Dan dalil-dalil penunjang lainnnya.

Sebagian kalangan ada yang menggunakan metode tarjih, yaitu mengalahkan satu hadits yang dianggapnya kurang kuat dan hanya menggunakan hadits yang dianggapnya lebih kuat. Istilahnya adalah sistem gugur.

Namun kebanyakan para ulama fiqih lebih mengutamakan thariqatul jam'i dalam setiap kesempatan menghadapi dalil-dalil yang saling berbeda. Mereka tetap menggunakan semua dalil, dengan menjadikan satu dalil sebagai dalil umum dan dalil yang lainnya sebagai dalil khusus yang digunakan pada kasus yang khusus. Intinya, dalil-dalil yang sekilas dianggap saling bertentangan itu dicoba dicarikan titik temu.

Sehingga khusus dalam masalah ini, para ulama pada umumnya menyimpulkan setelah mempertimbangkan semua dalil bahwa bila seorang makmum sempat ikut ruku' sejenak bersama imam, maka dia telah mendapat satu rakaat. Itu kesimpulan umumnya para ulama.

Namun sebagain saudara kita, kalau tidak salah kalangan PERSIS, umumnya tidak berpendapat demikian. Mereka lebih cenderung mengatakan bila seorang makmum tidak sampai sempurna membaca surat Al-Fatihah tiba-tiba imam sudah ruku', maka makmum itu tetap harus ikut ruku', dan untuk itu dia dianggap tidak mendapatkan satu rakaat.

Sedangkan umumnya ulama tetap mengatakan asalkan seorang makmum bisa ikut ruku' bersama imam, dia sudah mendapatkan satu rakaat, meski secara hakikatnya tidak membaca surat Al-Fatihah. Dan dalilnya adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu datang ke (masjid untuk) shalat berjama’ah, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka sujudlah, namun janganlah kamu menghitungnya sebagai satu raka’at, barang siapa yang yang mendapatkan ruku’ bersama imam, maka ia mendapatkan shalat mendapatkan 1 raka’at tersebut)." (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 468 n’Aunu1 Ma’bud III: 145 no: 875).

Hadits ini jelas sekali keshahihannya dari segi kekuatan sanad. Dan dari segi pengertian, hadits secara tegas menyebutkan bahwa seorang makmum dianggap telah mendapatkan satu rakaat asalkan sempat rukuk bersama imam.